Kiat Menjaga Work-Life Balance untuk Hidup yang Produktif dan Bahagia

Ayyub Mustofa

Sebelum era smartphone dan laptop, batas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi dapat kita lihat dengan jelas. Mungkin kamu mulai bekerja ketika tiba di kantor saat pukul delapan pagi, dan berhenti kerja ketika jam menunjukkan pukul lima sore. Sesekali mungkin kamu lembur, tapi pekerjaan di luar waktu normal tersebut dihitung sebagai tambahan ekstra.

Tidak demikian dengan zaman sekarang. Lewat smartphone, kita bisa berkirim email dan melakukan koordinasi kapan saja. Kita juga bisa membuat presentasi, menulis dokumen, bahkan mengontrol server dari rumah, asalkan ada laptop dan internet. Sedikit demi sedikit, pekerjaan pun menyusup masuk ke waktu pribadi, jam tidur, bahkan hari liburmu.

Jam kerja yang tidak menentu ini bisa membuat keseimbangan antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadimu—biasa disebut work-life balance—menjadi terganggu. Work-life balance yang buruk adalah masalah yang sering terjadi di dunia entrepreneur, termasuk startup. Seperti apa dampaknya dan bagaimana cara menghindarinya? Simak di bawah.

Mengapa work-life balance penting?

Sebagian kamu mungkin berpikir bahwa hidup sebagai entrepreneur artinya kamu tidak punya hari libur. Apalagi di masa awal pendirian startup. Banyak sekali hal yang harus kamu kerjakan, terkadang kerja 24 jam pun tak cukup untuk menyelesaikannya. Menjadikan pekerjaan sebagai kehidupan adalah “harga yang harus dibayar” seorang entrepreneur.

Kenyataannya, keseimbangan hidup yang buruk justru dapat menurunkan produktivitas dan membuat pekerjaan kita tidak sustainable. Kamu mungkin pernah mendengar bahwa penggunaan smartphone (dan gadget elektronik lainnya) sebelum tidur dapat mengganggu kualitas dan kuantitas tidurmu. Akibatnya, keesokan harinya kamu menjadi sulit fokus pada pekerjaan, bahkan bisa jatuh sakit bila berlanjut untuk waktu lama.

Selain fisik, buruknya pola hidup juga dapat merusak dirimu secara mental.

Daya konsentrasi manusia memiliki batas, dan bila kamu terpapar pada satu hal yang sama terus-menerus, kamu akan kelelahan sehingga mengalami burnout.

Kamu juga butuh waktu untuk melakukan hal-hal di luar kerja, seperti berkumpul dengan orang tersayang, hobi, serta istirahat. Tanpa itu semua, kamu bisa terkena stres dan kehilangan energi untuk bekerja.

Bagaimana cara menjaga work-life balance?

 

Menjaga work-life balance bukan berarti kamu mangkir dari pekerjaan lalu kabur liburan setiap minggu, melainkan mengatur waktu dan prioritas sehingga kamu bisa bekerja lebih efektif dan efisien, sambil tetap memiliki kehidupan pribadi yang memuaskan. Untuk mencapainya, pertama-tama kamu harus sadar akan perlunya membatasi diri.

Membatasi diri bisa kamu terapkan dalam banyak hal. Yang paling mudah misalnya jam kerja. Betul, sebagai pegiat startup terkadang jam kerja kita tidak jelas (“fleksibel”, bahasa kerennya). Tapi kita tetap butuh batasan. Sebagai contoh, kamu harus mulai kerja sebelum jam 10 pagi, dan harus berhenti kerja setelah lewat jam 8 malam (kecuali sangat urgen).

Kamu juga bisa menerapkan batasan untuk mengecek email. Contohnya, bila kamu seorang bos atau manajer, buatlah aturan/himbauan pada karyawan agar hanya mengecek email di rentang waktu jam 09.00-18.00. Email sering kali bisa mendatangkan pekerjaan tambahan, jadi melakukannya di penghujung jam kerja adalah ide buruk. Tapi ingat, sediakan jalur khusus untuk komunikasi darurat bila memang ada hal yang harus diatasi.

Satu lagi hal yang sangat penting: jangan membawa pekerjaan pulang ke rumah. Bila kamu tidak menyelesaikan pekerjaan di kantor, itu mungkin artinya alur kerjamu tidak efisien. Sementara bila kamu merasa kerjamu efisien tapi tetap tidak selesai juga, itu artinya beban kerjamu terlalu banyak. Keduanya sama-sama buruk dan harus diubah.

Catatan khusus untuk para bos

Khusus untuk para bos (founder, CEO, manajer, atasan, leader, atau apa pun istilah yang kamu gunakan), kamu perlu ingat bahwa kamu tidak hanya bertanggung jawab akan work-life balance dirimu sendiri, tapi juga para karyawan/bawahanmu. Karena itu, kamu perlu memperhatikan batasan bagi dirimu sendiri ketika memberi tugas.

Ada kecenderungan bagi karyawan untuk selalu berkata “iya” ketika menerima tugas, meskipun sebenarnya tugas mereka sudah terlalu banyak. Akibatnya mereka jadi memaksakan diri dan bekerja terlalu keras, atau akhirnya gagal sehingga tampak seolah-olah gagal perform.

Untuk menghindari hal ini, sebagai bos kamu perlu meyakinkan para bawahanmu bahwa mereka boleh menolak tugas bila terlalu banyak. Biarkan karyawan fokus pada tugas utama, dan pertimbangkan dengan matang sebelum memberi tugas tambahan

Beberapa tip praktis

Membuat batasan terhadap diri bisa kamu lakukan dengan cara merancang to-do list. Catatlah semua tanggung jawabmu (baik pekerjaan maupun di luar kerja), kemudian tentukan: mana yang harus kamu prioritaskan, mana yang bisa didelegasikan, dan mana yang bisa ditunda. To-do list mungkin terdengar remeh, tapi sebenarnya sangat ampuh untuk produktivitas!

Google Primer menyediakan sebuah daftar kegiatan yang perlu kamu hindari untuk memastikan work-life balance terjaga, yaitu:

  • Mengecek email kerja di luar jam kerja, atau ketika weekend
  • Mengirim email kerja di luar jam kerja, atau ketika weekend
  • Membatalkan rencana bersama keluarga atau teman karena pekerjaan
  • Makan siang di meja kerja
  • Membawa pekerjaan pulang ke rumah
  • Mengiyakan tugas atau kewajiban baru, padahal kamu sudah cukup sibuk
  • Tidak mengerjakan aktivitas hobi atau perkembangan diri, karena terlalu lelah bekerja
  • Kurang tidur karena stres

Kamu bisa membuat checklist dari daftar di atas untuk mengevaluasi work-life balance milikmu saat ini. Bila semua poin di atas kamu alami, artinya keseimbangan hidupmu sangat buruk. Sadari kebiasaan mana yang perlu kamu ubah, kemudian cari cara untuk mengubahnya.

Hati-hati, berusaha mengubah pola hidup secara drastis demi mengejar work-life balance justru bisa membuatmu makin stres! Jangan ubah semua hal sekaligus, tapi mulailah satu demi satu. Setelah kamu bisa mengubah satu hal dan terbiasa menjalaninya, kamu bisa mulai menerapkan perubahan lain.

Semoga kiat-kiat di atas dapat membuat pola hidupmu lebih baik dan lebih produktif. Selamat mencoba, dan semoga berhasil. Work hard, play harder!

Sumber: Google Primer

(Diedit oleh Pradipta Nugrahanto)

 

DIsadur dari 

#2019GantiGayaHidup #ubahcarapandang #investasicerdas #gayahidupproduktif

Tinggalkan komentar